Design :BELIEVE ART
Kita memiliki kawasan karst yang sangat unik dan indah, yang
diam-diam sedang dihancurkan oleh para pengusaha tambang dan penambang. Namun
untunglah, Bupati Gunung Kidul segera bertindak dengan mengeluarkan surat
penghentian dan pelarangan penambangan di Kawasan Karst Gunung Sewu. Tapi,
tentu saja pengusaha tambang dan penambang tak mau diam begitu saja. Mereka
terus menekan Bupati Gunung Kidul agar mencabut surat keputusannya tersebut.
Berikut ini adalah tulisan mengenai Kawasan Karst Gunung
Sewu itu, yang ditulis oleh Cahyo Rahmadi pada situs Indonesian
Caves Life, agar Anda punya gambaran tentang potensi apa yang ada di
kawasan yang telah diusulkan oleh International Union of Speleology, pada 1993,
agar Kawasan Karst Gunung Sewu dijadikan Kawasan Bentukan Alam Warisan Dunia (World
Natural Heritage) itu.
POTENSI SUMBER DAYA NIRHAYATI
Gunung Sewu menyimpan potensi gua yang sangat besar. Ratusan gua yang tersimpan didalamnya mempunyai keindahan dan keunikan yang cukup besar. Sistem gua yang unik dan kompleks juga ditemukan di sini. Gua terpanjang di Jawa pun terdapat di Gunung Sewu yaitu sistem Gua Jaran yang konon panjangnya mencapai 20 km, yang terletak di daerah Pacitan. Keindahan di dalamnya pun tidak kalah dengan gua-gua yang ada di Sulawesi bahkan di luar negeri. Sistem lain yang juga tidak kalah menarik adalah sistem Kali Suci yang merupakan sungai permukaan yang masuk ke dalam gua dan bermuara di Pantai Selatan. Di sepanjang sungai bawah tanah ini ditemukan fenomena unik yaitu terdapat cekungan-cekungan akibat atap gua yang runtuh seperti Luweng Gelung, Luweng Grubug dan Gunung Bolong. Kedalaman gua mencapai puluhan bahkan ratusan meter. Sistem gua yang unik ini mempunyai nilai ilmu pengetahuan yang tinggi.
Gunung Sewu menyimpan potensi gua yang sangat besar. Ratusan gua yang tersimpan didalamnya mempunyai keindahan dan keunikan yang cukup besar. Sistem gua yang unik dan kompleks juga ditemukan di sini. Gua terpanjang di Jawa pun terdapat di Gunung Sewu yaitu sistem Gua Jaran yang konon panjangnya mencapai 20 km, yang terletak di daerah Pacitan. Keindahan di dalamnya pun tidak kalah dengan gua-gua yang ada di Sulawesi bahkan di luar negeri. Sistem lain yang juga tidak kalah menarik adalah sistem Kali Suci yang merupakan sungai permukaan yang masuk ke dalam gua dan bermuara di Pantai Selatan. Di sepanjang sungai bawah tanah ini ditemukan fenomena unik yaitu terdapat cekungan-cekungan akibat atap gua yang runtuh seperti Luweng Gelung, Luweng Grubug dan Gunung Bolong. Kedalaman gua mencapai puluhan bahkan ratusan meter. Sistem gua yang unik ini mempunyai nilai ilmu pengetahuan yang tinggi.
Bentukan bentang alam yang khas dengan bukit-bukit kapur
atau lebih dikenal dengan “conical hills” merupakan fenomena langka yang tidak
banyak ditemukan di belahan bumi lain. Para peneliti luar negeri yang mempelajari
geomorfologi banyak melakukan penelitian di kawasan ini.
POTENSI SUMBER DAYA HAYATI
Potensi sumber daya hayati di kawasan karst Gunung Sewu sampai saat ini belum banyak terungkap. Hal ini disebabkan minimnya kegiatan penelitian hayati di kawasan ini. Beberapa catatan penelitian fauna gua banyak ditemukan di literatur-literatur berbahasa Belanda. Beberapa tahun terakhir dilakukan penelitian tentang keanekaragaman hayati namun tidak banyak yang dipublikasikan. Hal ini menyebabkan potensi Gunung Sewu tidak banyak diketahui dibandingkan kawasan karst lain seperti Nusakambangan Jawa Tengah, Maros Sulawesi Selatan dan Pegunungan Sewu Sumatra. Namun penelitian tersebut banyak dilakukan oleh peneliti asing khususnya Perancis.
Potensi sumber daya hayati di kawasan karst Gunung Sewu sampai saat ini belum banyak terungkap. Hal ini disebabkan minimnya kegiatan penelitian hayati di kawasan ini. Beberapa catatan penelitian fauna gua banyak ditemukan di literatur-literatur berbahasa Belanda. Beberapa tahun terakhir dilakukan penelitian tentang keanekaragaman hayati namun tidak banyak yang dipublikasikan. Hal ini menyebabkan potensi Gunung Sewu tidak banyak diketahui dibandingkan kawasan karst lain seperti Nusakambangan Jawa Tengah, Maros Sulawesi Selatan dan Pegunungan Sewu Sumatra. Namun penelitian tersebut banyak dilakukan oleh peneliti asing khususnya Perancis.
Kekayaan fauna gua di perairan bawah tanah yang tercatat
adalah ketam gua yang ditemukan di Gua Ngingrong dan Gua Jomblang yaitu
jenis Sesarmoides jacobsoni yang konon merupakan ketam yang telah
teradaptasi dengan lingkungan gua. Ketam lain yang bukan merupakan ketam gua
namun ditemukan di dalam gua adalah Parathelpusa convexa yang ditemukan di
Gua Jomblang daerah Bedoyo. Beberapa jenis udang gua juga ditemukan di Gunung
Sewu yaituMacrobrachium poeti yang ditemukan oleh tim Inggris pada saat
eksplorasi gua di kawasan ini, udang dideskripsi oleh Holthuis pada tahun 1984.
Jenis udang lain yang bukan udang gua yang ditemukan di perairan dalam gua
adalah Macrobrachium pilimanus yang juga ditemukan di gua-gua Sumatra.
Beberapa udang juga ditemukan oleh mahasiswa pecinta alam Fakultas Biologi (Matalabiogama)
di sebuah gua vertikal di daerah Panggang Gunung Kidul namun belum
teridentifikasi diduga dari marga Macrobrachium. Dari kelompok vertebrata
yang menghuni perairan bawah tanah di Gunung Sewu salah satunya adalah ikan gua
dari jenis Puntius micropsyang diduga masih sejenis dengan Puntius
binotatus yang banyak ditemukan di sungai permukaan. Puntius microps
ditemukan di sungai bawah tanah di Gua Jomblang. Penelitian tentang ikan gua
telah banyak dilakukan oleh mahasiswa anggota Matalabiogama, Fakultas Biologi
UGM yang meneliti tentang perbandingan struktur retina ikan gua dengan luar gua
(Arianto, 1999), perbandingan struktur sisik ikan gua (Rinawati, 2000),
morfologi ikan gua (Budihardjo, 2002) bahkan akan dijajaki untuk mempelajari
DNA-nya. Ikan gua yang diduga dari jenis Puntius sp. ditemukan di danau
bawah tanah di kedalaman 100 meter yang mempunyai populasi sangat kecil.
Potensi fauna di perairan bawah tanah Gunung Sewu masih belum banyak terungkap
mengingat banyaknya gua dengan sungai bawah tanah yang berjumlah ratusan.
Sehingga, peluang untuk menemukan jenis baru masih sangat terbuka lebar.
IstimewaFauna terrestrial juga masih menyimpan potensi yang
belum terungkap. Dari catatan di Enciclopaedia Biospeologica: Indonesie
terdapat jenis isopoda gua yaitu jenis Javanoscia elongata (Schultz, 1985)
dan Tenebrioscia elongata (Schultz, 1985). Dari hasil inventarisasi
sekilas pada tahun 2000 didapatkan jumlah fauna gua yang telah teradaptasi
cukup tinggi. Dari survey di tiga gua didapatkan 4 jenis troglobit yaitu Nocticola
sp. (Blattodea), Schizomida sp. (Arachnida),Pseudosinella sp. (Collembola)
dan Cambalopsidae sp. (Diplopoda) (Suhardjono et al. 2001). Sedangkan
penelitian arthropoda gua di Gunung Sewu banyak dilakukan oleh mahasiswa
pecinta alam fakultas Biologi UGM namun juga tidak banyak yang dipublikasikan.
Fauna terrestrial di kawasan ini masih belum banyak yang terungkap karena gua
yang belum diteliti juga masih cukup banyak.
Gua-gua di Gunung Sewu juga dihuni oleh koloni kelelawar
yang juga menghasilkan guano yang cukup banyak. Fauna yang hidup di dalam guano
pun juga belum ada yang diteliti. Namun penelitian tentang kelelawar penghuni
gua telah dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Biologi Matalabiogama (1999),
Erlamsyah (2000) dan Santoso (2001), serta Fajria (2002) sebagai penelitian
skripsi. Dari penelitian tersebut menunjukkan kekayaan yang cukup tinggi. Namun
keterbatasan pengetahuan secara taksonomi masih menyebabkan belum terungkapnya
jenis-jenis baru yang dimungkinkan ditemukan di kawasan ini.
Pemanfaatan air di dalam gua juga akan mengancam kelestarian
kualitas air dan kehidupan yang ada di dalamnya. Pemanfaatan air yang ada di
gua untuk mandi dan cuci akan meningkatnya polusi air jika tidak dimanfaatan
secara bijaksana. Di Gua Sodong Mudal di Pracimantoro, air yang masuk ke dalam
gua digunakan untuk mandi dan cuci namun sampah plastik dan sebagainya dibiarkan
beserakan dan menimbulkan bau dan air yang berwarna hitam. Air yang sudah
tercemar ini akan terus masuk ke dalam gua dan mengancam keberadaan fauna yang
tergantung padanya.
Dan berikut ini adalah Surat Dukungan dan Pernyataan Sikap
Kebijakan Pengelolaan Kawasan Karst di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Kabupaten Gunung Kidul merupakan salah satu dari lima
kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakrta, dengan luas wilayah sekitar
1.485,36 Km atau sekitar 46% dari keseluruhan luas wilayah Yogyakrta. Wilayah
Gunung Kidul juga dikenal sebagai kawasan pegunungan seribu atau Kawasan Karst
Pegunungan Sewu. Kawasan ini mempunyai bentang alam yang khas yang terbentuk
oleh proses pelarutan batuan kapur selama ribuan tahun. Kawasan Karst Gunung
Kidul merupakan kawasan Karst Tropik yang ditandai dengan adanya bukit-bukit
Karst berbentuk kerucut (conical limestone), kubah (doline) lembah-lembah (polije)
serta adanya gua-gua dengan sungai bawah tanah yang mengalir
dibawahnya dihiasi dengan stalaglit dan stalagmitnya.
Pada tahun 1993 International Union of Speleology telah mengusulkan
Kawasan Karst Gunung Sewu sebagai kawasan Bentukan Alam Warisan Dunia (World
Natural Heritage). Luas Kawasan Karst Gunung Kidul mencapai 13.000 km2 dengan
jumlah bukit kerucut mencapai 4000 buah, lembah-lembah, telaga karst
serta terdapat 119 buah gua karst.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah dijelaskan bahwa bentang
alam karst termasuk dalam kawasan cagar alam geologi, oleh karena
itu dapat disebut kawasan lindung geologi sehingga Surat
Edaran Bupati Nomor 540/0196 tertanggal 7 Februari 2011, untuk
melakukan penghentian kegiatan penambangan di kawasan karts sudah
sudah sesuai dengan kebijakan yang ada. Hal ini juga di perkuat
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal
37 bahwa setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dapat dikenakan sangsi.
Selain daripada itu Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gunungkidul tahun 2010-2030
masih dalam proses pembahasan sehingga belum dapat diberlakukan. Untuk itu
pengelolaan kawasan karst sudah sepantasnya menunggu dari hasil rencana tata
ruang daerah Kabupaten Gunung Kidul.
Untuk itu menanggapi tuntutan dan desakan para pekerja
tambang dan para pengusaha tambang yang berada
di Kabupaten Gunung kidul, untuk mendesak bupati mengeluarkan Izin
Penambangan di Kawasan Karst maka kami dari WAHANA LINGKUNGAN HIDUP (WALHI)
YOGYAKARTA menyatakan sikap:
1. Proses penambangan yang dilakukan di
Kawasan Lindung Geologi merupakan upaya penghancuran potensi wisata yang
merupakan peninggalan peradaban manusia yang tidak mungkin didaur
ulang.
2. Proses Penambangan juga merupakan upaya
pengahancuran secara sistemik pada Kawasan Lindung Geologi yang
dilakukan oleh para pemburu rente demi kepuasan kelompok dan golongan
tanpa memperdulikan dampak yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
3. Mendukung penuh pemerintah Kabupaten Gunung
Kidul untuk TETAP tidak mengeluarkan Izin Penambangan di Kawasan Karst
walaupun dalam penuh tekanan dari banyak pihak.
4. Meminta Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
memberikan dukungan penuh kepada kebijakan Bupati Gunung Kidul dalam upaya
pengelolaan dan penyelamatan kawasan karts dari ancaman kerusakan dan
eksploitasi.
5. Meminta Menteri Negara Lingkungan Hidup memberikan
asistensi serius kepada pemerintah kabupaten Gunung Kidul dalam upaya mendorong
indeks pengelolaan kawasan karts yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kita memang bisa saja bersikap enggan atau tak peduli. Namun
bukankah kita tak ingin mewariskan puing-puing kepada anak-cucu? Dan
puing-puing itu bukan berasal dari ulah kita, melainkan karena kita membiarkan
orang lain menghancurkan dunia kita. Apa kita lebih memilih begitu?
Sumber : http://www.tnol.co.id/info-bencana/9936-selamatkan-gunung-sewu-lindungi-kawasan-karst-dunia.html